Jumat, 26 Februari 2010

Warmo Menjajah Ibu Kota

    10.44   No comments

Irwan baru saja turun dari mobil sedan biru bersama teman-temannya. Ia boleh lega, karena setelah beberapa saat berjuang mencari tempat parkir akhirnya dapat juga. Mobilnya ia parkir bersama berbagai kendaraan roda empat lain. Ada Honda Jazz, Toyota Kijang, bahkan Bayerische Motoren Werke (BMW). Juga ada belasan sepeda motor berjajar di depan warung itu. Kini ia harus berdesakan berebut bangku di warung kecil di Tebet Timur, Jakarta Selatan. Warung tegal itu berada di sebuah pojok perempatan antara Jalan Tebet Raya dan Tebet Barat. Warteg itu bernama Warmo.

Jarum jam menunjukkan pukul 12.00 siang pada Senin 9 April lalu. Pria necis berumur 27 tahun itu berdesakan mencari bangku sela untuk menikmati makan siang bersama teman-teman kantornya. Sementara bangku-bangku di dalam warung sudah dipenuhi pengunjung. Sebagian pembeli berpakaian layaknya eksekutif muda. Ada pula yang bergaya funky layaknya artis.

Sementara itu beberapa orang tampak berdiri antre menunggu pengunjung lain hengkang dari bangku. Udara panas yang membuat keringat bercucuran tak membuat mereka beranjak ke tempat makan lain yang menjamur di kawasan Tebet. "Hampir tiap hari saya makan siang di sini," kata Irwan. "Bela-belain antre."

Padahal, Warmo adalah warung yang jauh dari kesan tempat makan bergengsi. Ukurannya hanya 10 x 7 meter. Di dalam warteg itu hanya ada dua bangku panjang yang melingkari bufet makan, dan dua bangku lain yang menghadap ke luar membelakangi bufet itu. Lantainya terbuat dari semen. Tak ada air conditioner ataupun aroma harum.

Namun warung ini juga berbeda dari warteg pada umumnya. Warung ini buka selama 24 jam. Bufetnya penuh dengan berbagai lauk pauk yang masih mengepulkan asap. Mulai dari tempe goreng hingga beragam makanan laut tersedia di sini. Nasinya putih dan selalu panas.

"Kalau rasa lumayanlah standar," kata Irwan lagi. "Namun variasi menunya itu lho yang membuat saya milih makan di Warmo."

Harga makanan di warung ini tak berbeda dari warung lain. Jika ingin berhemat, warung ini bisa jadi pilihan. "Tiga ribu perak sudah bisa makan di sini," kata Sobirin, pegawai warung itu. "Dapat nasi sama tahu, tempe, dan sayur."

Warmo merupakan salah satu pelopor warung tegal di Jakarta. Warteg ini didirikan Darsyid, 67 tahun. Lelaki ini berasal kota pesisir, Tegal, Jawa Tengah.
"Saya buka warung berdua dengan adik saya," kata Darsyid. Adiknya itu bernama Tumuh.

Darsyid dan Tumuh merantau ke Jakarta pada tahun 1955. Di Jakarta, Darsyid berganti-ganti pekerjaan. Awalnya ia menjadi jadi pembantu rumah tangga, pernah juga berjualan es podeng. Pada tahun 1970 ia menikahi Tarina, wanita sekampungnya. Sejak itu pula Darsyid membuka warung nasi. "Waktu ada uang saya mikir, daripada dibeliin radio lebih baik buka warung nasi," kata Darsyid.

Saat itu belum ada nama "warung tegal" di Jakarta. Dulu namanya "warung nasi" saja. Suatu ketika di tahun 1970-an Darsyid mengajak rekan anggota arisan pengusa warung nasi asal Tegal untuk mengubah nama menjadi "warung tegal" pada warung nasi mereka. Usulan itu disepakati.

Lama kelamaan nama warung tegal semakin populer. Orang suka menyingkat namanya menjadi warteg. Warung-warung itu juga memiliki ciri khas, mulai dari catnya warna "telor bebek" yang khas, jenis masakannya, sampai cara penyajiannya.

Awalya mantan petani bawang merah ini membuka warung di pinggir gang Kober, Jatinegara, Jakarta Timur. Namun warung itu digusur karena pelebaran gang menjadi jalan. Darsyid pun pindah ke Tebet. Ia mendirikan warung dengan bilik bambu di atas tanah negara di tempat yang bertahan hingga kini.

Awalnya Darsyid menamai warungnya dengan warteg. Namun "Raja Dangdut" Rhoma Irama memberi nama "Warmo", singkatan dari warung mojok. Nama itu dipilih karena lokasinya di pojokan. Kebetulan juga salah seorang karyawan Darsyid bernama Warmo. Karena Darsyid sering memanggilnya, nama Warmo menjadi akrab di telinga pelanggan. Bahkan nama itu lebih terkenal daripada namanya pemiliknya, Darsyid dan Tumuh. Anak muda waktu itu seperti Rhoma Irama yang gemar nongkrong di warung itu lebih suka menyebutnya Warmo daripada warteg. Darsyid pun "terpaksa" mengubah nama warungnya menjadi Warmo. Kini namanya Warung Tegal Warmo.

Ternyata usaha di tempat baru itu membawa hoki. Pelan-pelan pembelinya bertambah. Darsyid pun mampu naik haji, sehingga orang memanggilnya Pak Haji. Bukan hanya itu, pada tahun 1980-an kariernya meningkat menjadi konsultan usaha warteg. Orang-orang yang ingin membuka warteg meminta nasihat Darsyid. Dia pun kerap memberikan bantuan modal dan petunjuk memilih lokasi usaha.

Kini Warmo memiliki tiga cabang di Jakarta dan Bekasi. Darsyid kini mempekerjakan 30 karyawan, semuanya dari Tegal. Omzet warungnya antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per hari. Sehari-harinya Warmo menghabiskan antara 50 kg hingga 75 kg beras. Para karyawannya mulai memasak pada pukul lima pagi. Di setiap warung ada empat koki dengan menggunakan empat kompor minyak. Bahan-bahan makanan dibeli di pasar tradisional. Sedang bumbunya didatangkan dari Tegal.

Kini usia Darsyid sudah senja. Tubuhnya yang gempal selalu diganggu rematik dan asam urat. Ia pun menyerahkan Warmo kepada lima anaknya.
loading...

newsonline

newsonline

Author Description here.. adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

Tidak ada komentar:
Write komentar

Ekonomi Kecil

TOBAPOS

Labels

Recent Posts

Berita DEKHO

© 2014 Ayo Buka Toko. Designed by Bloggertheme9
Proudly Powered by Blogger.