Berikut ini adalah beberapa tips memulai usaha rumah makan/tempat makan yang bisa anda jalankan:
1. Bukalah usaha ini ditempat yang strategis, banyak orang lalu lalang, dipinggir jalan raya, cukup banyak kendaraan yang lewat. Tempatnya tidak perlu terlalu besar dulu, sesuaikan dengan modal dan toleransi anda menghadapi risiko usaha. Mengenai design lay-out dan interior rumah makannya tentunya harus bisa menonjolkan ciri khas dari rumah makan anda. Anda bisa berkonsultasi langsung dengan ahlinya atau ke pengurusan izin usaha, namun sebaiknya anda juga mempunyai ide sendiri sebelum berkonsultasi dengan ahlinya. Misalnya ayam bakar taliwang jakarta barat.
2. Usaha rumah makan juga sangat sensitif terhadap rasa, karena itu penting sekali ada tukang masakan yang betul-betul ahli dibidangnya. Juallah masakan yang terbaik dan bermutu tinggi. Jangan coba-coba membuka rumah makan jika tidak ada juru masak yang hebat masakannya. Sebaiknya anda lakukan beberapa kali percobaan tentang enak tidaknya masakan yang akan dijual dengan melibatkan beberapa orang sebagai “konsumen”. Setelah mereka semua menyatakan enak, anda baru boleh membukanya. Contoh rumah makan yang ramai dikunjungi adalah rumah makan yang menyediakan ikan bakar, ayam bakar
3. Sebaiknya anda juga mengurus izin usaha. Bisa izin usaha dari rt/rw atau keamanan setempat. Namun secara prinsip, yang saya maksudkan adalah berbadan hukum yaitu dengan akte notaris. Hal ini sangat diperlukan bila usaha anda di pinggir jalan raya dan melibatkan beberapa pekerja. Tidak perlu mendirikan pt atau cv, misalnya cukup dalam status ud (usaha dagang) milik perseorangan, yaitu anda yang disahkan oleh notaris.
Kemudian perizinan lain seperti npwp. Namun jangan sampai izin usaha ini justru menghalangi niat anda mendirikan usaha. Toh bisa bertahap: pengurusan izin usaha ke rt dulu, sambil jalan, usaha makain ramai makin laris, pengurusan usaha makin dilengkapi.
Mengenai pemilihan nama, sebaiknya bukan hanya mudah dikenal, tetapi juga akrab dan sesuai. Nama juga jangan terlalu panjang dan harus mudah diingat. Harap diperhatikan juga untuk tidak menganggap remeh persamaan nama dengan rumah makan lain. Sebab bisa menimbulkan persengketaan. Perhatikannlah merek-merek yang sudah ada, lalu bikin yang berbeda. Nama yang bagus misalnya ayam bakar taliwang jakarta barat.Selamat membuka usaha rumah makan
Tampilkan postingan dengan label toko. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label toko. Tampilkan semua postingan
Jumat, 26 Februari 2010
Buka Usaha Kios Kopi dan Teh, Didanai Rp 4 Juta
newsonline
10.27
No comments
Kabar gembira bagi masyarakat kecil di Jatim. Pasalnya, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII membuka peluang bagi pengangguran dan pemilik warung kopi untuk mengelola kios kopi dan teh seduh melalui dana hibah dan pinjaman lunak.
Kepala Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PTPN XII, Soepeno Aji mengatakan, selama ini produk hilir dari PTPN XII telah dikenal dan masuk ke sektor ritel.
Melihat potensi produk yang besar, pihaknya berniat memberdayakan masyarakat kecil dan mengajak mereka sebagai mitra binaan.
“Kami tentu akan menyeleksi peminat dan memberi pelatihan menyeduh kopi dan teh serta standardisasi layanan. Jadi, pemilik sekaligus pengelola bukan menyuruh orang lain,” kata Soepeno, di sela Penyerahan Pinjaman Modal Usaha & Hibah di kantor PTPN XII, Senin (22/2).
Dalam program ini, pihaknya memberikan dana total senilai Rp 4 juta kepada masing-masing mitra. Dari dana itu, Rp 3 juta diwujudkan dalam bentuk bantuan hibah berupa kios/rombong dan peralatan, sedang Rp 1 juta kredit lunak dengan bunga 6 persen per tahun dengan jangka waktu pembayaran 2 tahun.
Untuk tahap awal, lanjut Soepeno, pihaknya telah mengangkat 10 mitra binaan yang siap membuka kios di Surabaya, Gresik. Lamongan dan Sidoarjo. Mereka sebelumnya pemilik warung kopi, ada juga yang pemula.
“Dalam tiga bulan ke depan akan dievaluasi dan tak menutup kemungkinan besaran bantuan kita akan bertambah, demikian juga jumlah mitra binaan baru,” ujar Soepeno.
Direktur SDM dan Umum PTPN XII, Soewarno mengakui, dana yang dikucurkan untuk ‘Program Market Akses Lokal’ merupakan PKBL yang diambilkan 4 persen laba perusahaan pada 2009.
Soewarno menargetkan sebanyak-banyaknya mitra binaan pengelola kios kopi dalam tahun ini, sehingga bisa tersebar di seluruh Jatim.
“Tahun lalu dana PKBL kita mencapai Rp 5 miliar, di mana untuk program kemitraan saja sekitar Rp 3,7 miliar,” jelasnya.
Sebelumnya, mitra binaan PTPN XII lebih banyak dialokasikan untuk bantuan petani ternak sapi kereman. Tahun ini, selain pengelola kios kopi, pihaknya berencana mengangkat mitra UKM produk limbah yang tinggal di sekitar kebun PTPN XII.
Arys Buntara, Ketua The Business Watch Indonesia mengaku, bahan baku kopi dan teh di dalam negeri cukup besar.
“Program ini adalah upaya untuk memberdayakan pasar dan hasil alam itu,” ujar Arys.
Kepala Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PTPN XII, Soepeno Aji mengatakan, selama ini produk hilir dari PTPN XII telah dikenal dan masuk ke sektor ritel.
Melihat potensi produk yang besar, pihaknya berniat memberdayakan masyarakat kecil dan mengajak mereka sebagai mitra binaan.
“Kami tentu akan menyeleksi peminat dan memberi pelatihan menyeduh kopi dan teh serta standardisasi layanan. Jadi, pemilik sekaligus pengelola bukan menyuruh orang lain,” kata Soepeno, di sela Penyerahan Pinjaman Modal Usaha & Hibah di kantor PTPN XII, Senin (22/2).
Dalam program ini, pihaknya memberikan dana total senilai Rp 4 juta kepada masing-masing mitra. Dari dana itu, Rp 3 juta diwujudkan dalam bentuk bantuan hibah berupa kios/rombong dan peralatan, sedang Rp 1 juta kredit lunak dengan bunga 6 persen per tahun dengan jangka waktu pembayaran 2 tahun.
Untuk tahap awal, lanjut Soepeno, pihaknya telah mengangkat 10 mitra binaan yang siap membuka kios di Surabaya, Gresik. Lamongan dan Sidoarjo. Mereka sebelumnya pemilik warung kopi, ada juga yang pemula.
“Dalam tiga bulan ke depan akan dievaluasi dan tak menutup kemungkinan besaran bantuan kita akan bertambah, demikian juga jumlah mitra binaan baru,” ujar Soepeno.
Direktur SDM dan Umum PTPN XII, Soewarno mengakui, dana yang dikucurkan untuk ‘Program Market Akses Lokal’ merupakan PKBL yang diambilkan 4 persen laba perusahaan pada 2009.
Soewarno menargetkan sebanyak-banyaknya mitra binaan pengelola kios kopi dalam tahun ini, sehingga bisa tersebar di seluruh Jatim.
“Tahun lalu dana PKBL kita mencapai Rp 5 miliar, di mana untuk program kemitraan saja sekitar Rp 3,7 miliar,” jelasnya.
Sebelumnya, mitra binaan PTPN XII lebih banyak dialokasikan untuk bantuan petani ternak sapi kereman. Tahun ini, selain pengelola kios kopi, pihaknya berencana mengangkat mitra UKM produk limbah yang tinggal di sekitar kebun PTPN XII.
Arys Buntara, Ketua The Business Watch Indonesia mengaku, bahan baku kopi dan teh di dalam negeri cukup besar.
“Program ini adalah upaya untuk memberdayakan pasar dan hasil alam itu,” ujar Arys.
Muslim Jerman Buka 'Kios' di Kota Hamburg
newsonline
10.26
No comments
Di tengah penentangan sebagian besar masyarakat Eropa, warga Muslim terus berjuang untuk menyebarluaskan informasi tentang agama Islam. Di kota Hamburg, Jerman misalnya, sepanjang pekan kemarin sekitar 40 warga Muslim yang berusia antara 18 sampai 30 tahun, membagi-bagikan selebaran dan pamflet yang berisi informasi penting seputar agama Islam bagi para pejalan kaki.
Mereka membuat semacam kios di tengah kota Hamburg. Sekilas, kios ini seperti warung kecil yang menjual permen atau minuman ringan. Tapi kalau dilihat dari dekat, kios itu menjadi tempat warga Muslim yang sedang 'berjuang' untuk menghapus citra buruk dan pandangan yang salah tentang agama Islam. Kegiatan ini merupakan ide dari Dewan Muslim Minoritas di Hamburg, yang berdiri pada tahun 1999.
"Muslim Menentang Teror" menjadi tema utama yang mereka usung dalam kegiatan tersebut, untuk meyakinkan khalayak kota Hamburg bahwa Muslim tidak ada hubungannya dengan terorisme. Selain membagikan pamflet soal Islam, mereka juga membagi-bagikan selebaran, berisi semacam pernyataan sikap dari Dewan Muslim Minoritas Hamburg yang diratifikasi pada bulan April kemarin. Dokumen itu antara lain memuat sejumlah point-point penting berkaitan dengan hubungan warga Muslim dengan negara dan komunitas Jerman.
Dokumen itu juga berisi desakan terhadap pemerintah untuk melarang segala bentuk diskriminasi terhadap agama, memberi izin bagi warga Muslim yang ingin mendirikan mesji serta memberi izin berjilbab bagi Muslimah yang bekerja di kantor.
"Ide membuka 'kios' ini ternyata berhasil menarik banyak perhatian dari warga kota Hamburg yang non Muslim dan ingin tahu tentang agama Islam," ujar seorang sukarelawan asal Turki, Gulseren Ozsoy. Ozsoy mengatakan, para relawan mendengarkan dengan seksama saran dan masukan-masukkan dari warga non Muslim Jerman yang datang ke kios mereka.
Rekan Ozsoy, Jamal Sayaffi yang masih keturunan Indonesia menyatakan bangga bisa menjadi Muslim Jerman yang patriotik. "Kami lahir di sini dan akan hidup selamanya di sini, ujar Jamal. "Kami ingin menegaskan bahwa kami bukan pakar tapi kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menjawab semua pertanyaan tentang Islam yang diajukan mereka yang bukan Muslim," tambah Jamal.
Relawan lainnya Ahmad Jacobi mengatakan, ide membuat 'kios' ini sangat membantu untuk menjembatani jurang pemisah antara Muslim Jerman dan warga non Muslim di samping untuk membuka dialog membangun dengan warga non Muslim. "Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk bertindak, setelah selam bertahun-tahun kita mengabaikan tudingan sebagai teroris yang menghambat integrasi warga Muslim ke dalam masyarakat Jerman," ujar Ahmad.
Sementara itu, seorang warga non Muslim Jerman berusia 82 tahun, Lisa Gruning menyatakan sangat berterima kasih pada para pemuda Muslim itu yang sudah memberikan informasi padanya tentang agama Islam dan kitab suci Al-Qur'an.
Di Jerman, agama Islam menjadi agama ketiga terbesar setelah agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Saat ini ada sekitar 3,4 juta warga Muslim di Jerman, termasuk 220 ribu warga Muslim lainnya yang tinggal di Berlin. Sebagian warga Muslim Jerman adalah Muslim keturunan Turki.
Pemerintah negara Jerman sendiri sedang giat-giatnya mengintegrasikan antara warga Muslim dan masyarakat Jerman pada umumnya. Jerman sudah menyiapkan semacam rencana aksi untuk melawan kelompok ekstrimisme dan mempromosika integrasi warga Muslim di Jerman
Mereka membuat semacam kios di tengah kota Hamburg. Sekilas, kios ini seperti warung kecil yang menjual permen atau minuman ringan. Tapi kalau dilihat dari dekat, kios itu menjadi tempat warga Muslim yang sedang 'berjuang' untuk menghapus citra buruk dan pandangan yang salah tentang agama Islam. Kegiatan ini merupakan ide dari Dewan Muslim Minoritas di Hamburg, yang berdiri pada tahun 1999.
"Muslim Menentang Teror" menjadi tema utama yang mereka usung dalam kegiatan tersebut, untuk meyakinkan khalayak kota Hamburg bahwa Muslim tidak ada hubungannya dengan terorisme. Selain membagikan pamflet soal Islam, mereka juga membagi-bagikan selebaran, berisi semacam pernyataan sikap dari Dewan Muslim Minoritas Hamburg yang diratifikasi pada bulan April kemarin. Dokumen itu antara lain memuat sejumlah point-point penting berkaitan dengan hubungan warga Muslim dengan negara dan komunitas Jerman.
Dokumen itu juga berisi desakan terhadap pemerintah untuk melarang segala bentuk diskriminasi terhadap agama, memberi izin bagi warga Muslim yang ingin mendirikan mesji serta memberi izin berjilbab bagi Muslimah yang bekerja di kantor.
"Ide membuka 'kios' ini ternyata berhasil menarik banyak perhatian dari warga kota Hamburg yang non Muslim dan ingin tahu tentang agama Islam," ujar seorang sukarelawan asal Turki, Gulseren Ozsoy. Ozsoy mengatakan, para relawan mendengarkan dengan seksama saran dan masukan-masukkan dari warga non Muslim Jerman yang datang ke kios mereka.
Rekan Ozsoy, Jamal Sayaffi yang masih keturunan Indonesia menyatakan bangga bisa menjadi Muslim Jerman yang patriotik. "Kami lahir di sini dan akan hidup selamanya di sini, ujar Jamal. "Kami ingin menegaskan bahwa kami bukan pakar tapi kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menjawab semua pertanyaan tentang Islam yang diajukan mereka yang bukan Muslim," tambah Jamal.
Relawan lainnya Ahmad Jacobi mengatakan, ide membuat 'kios' ini sangat membantu untuk menjembatani jurang pemisah antara Muslim Jerman dan warga non Muslim di samping untuk membuka dialog membangun dengan warga non Muslim. "Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk bertindak, setelah selam bertahun-tahun kita mengabaikan tudingan sebagai teroris yang menghambat integrasi warga Muslim ke dalam masyarakat Jerman," ujar Ahmad.
Sementara itu, seorang warga non Muslim Jerman berusia 82 tahun, Lisa Gruning menyatakan sangat berterima kasih pada para pemuda Muslim itu yang sudah memberikan informasi padanya tentang agama Islam dan kitab suci Al-Qur'an.
Di Jerman, agama Islam menjadi agama ketiga terbesar setelah agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Saat ini ada sekitar 3,4 juta warga Muslim di Jerman, termasuk 220 ribu warga Muslim lainnya yang tinggal di Berlin. Sebagian warga Muslim Jerman adalah Muslim keturunan Turki.
Pemerintah negara Jerman sendiri sedang giat-giatnya mengintegrasikan antara warga Muslim dan masyarakat Jerman pada umumnya. Jerman sudah menyiapkan semacam rencana aksi untuk melawan kelompok ekstrimisme dan mempromosika integrasi warga Muslim di Jerman
Pengalaman Membuka Toko
newsonline
10.15
No comments
Setelah sebelumnya berfokus pada usaha yang bersifat business to business (B2B) saya tertarik juga untuk mencoba masuk ke bidang usaha yang memungkinkan saya bertemu dengan end user/business to customer (b2c).
Keinginan ini dilatarbelakangi oleh kejenuhan melayani konsumen korporat yang terkadang diwarnai oleh birokrasi yang berbelit, persaingan dengan kompetitor yang melakukan lobi kurang etis dan politik bisnis lainnya.
Awalnya saya pikir bahwa melayani konsumen perorangan akan lebih menyenangkan karena mereka cenderung jujur akan apa yang mereka harapkan dari sebuah produk/layanan. Berbekal pemikiran tersebut dan tantangan untuk memulai jenis usaha baru akhirnya sekitar sebulan yang lalu saya memutuskan untuk membuka sebuah toko yang menjual berbagai koleksi produk unik dan berkualitas.
Untuk mempromosikan toko ini kami juga rajin mengikuti berbagai bazaar dan pameran. Di samping memperkenalkan toko sekaligus juga untuk mengedukasi pasar mengenai beberapa produk yang kami jual. Maklum beberapa produk memang menyasar segmen premium dan masih asing bagi konsumen di kota Salatiga sehingga perlu edukasi mengenai manfaat dan keunggulannya.
Konsep toko yang saya buka ini adalah toko yang menyediakan berbagai produk unik, eksklusif, berkualitas namun harganya juga cukup terjangkau. Untuk memenuhi syarat harga terjangkau akhirnya saya memutuskan untuk memotong margin dan mengurangi biaya operasional. Agar biaya operasional dapat ditekan maka ketimbang menyewa sebuah toko berukuran besar saya memilih yang berukuran lebh kecil namun didesain sedemikian rupa sehingga tetap tampak menarik, selain itu seluruh barang yang dijual harus berasal dari produsen langsung tanpa perantara sehingga harga jualnya juga bisa ditekan.
Ternyata setelah satu bulan toko ini beroperasi begitu banyak pengalaman dan kejadian yang saya pelajari. Dimana pelajaran ini mengubah pemikiran saya sebelumnya bahwa mengelola konsumen perorangan akan lebih mudah ketimbang konsumen korporat.
Jika semula saya bayangkan bahwa dengan produk yang berkualitas, layanan yang ramah dan harga yang terjangkau sudah cukup untuk memberikan kepuasan bagi konsumen ternyata tidak demikian kenyataannya.
Hari pertama toko dibuka datanglah tetangga tempat toko tersebut berada, setelah mengobrol dan melihat-lihat akhirnya sang tetangga ini membeli sebuah sandal anak dan minta potongan harga. Kebetulan memang selama masa promo 1 bulan kami memberi potongan harga 10% all item.
Ternyata tetangga saya ini masih menawar katanya minta harga khusus sebagai tetangga, akhirnya saya memberikan potongan lagi. Harga jual produk tersebut adalah Rp 25.000,-. Saya beli dari produsen ditambah ongkos kirim harganya Rp 20.000 jika dipotong diskon 10% maka keuntungan yang saya peroleh selama masa promosi semestinya adalah Rp 2.500,-, namun karena tetangga saya ini terus mendesak akhirnya saya relakan juga keuntungan Rp 2.500,- itu sehingga sekedar balik modal saja tentu saya pesan supaya tidak bercerita ke orang lain
mengenai harga super istimewa yang saya berikan itu. Saya pikir tidak apa-apa hitung-hitung menjaga hubungan baik dengan tetangga dan siapa tahu dipromosikan ke kenalannya.
Benar juga hari berikutnya tetangga saya ini benar-benar mempromosikan ke saudara-saudaranya sehingga hari itu mereka beramai-ramai ke toko, bayangkan di hari kedua sudah seramai itu. Untungkah saya? Oopss…tidak seindah itu, ternyata mereka semua meminta harga yang sama seperti yang saya berikan ke tetangga saya di hari sebelumnya. Bayangkan!!! Setelah tawar menawar macam di pasar tradisional akhirnya saya rela menerima keuntungan hanya Rp 1.000,- per item. Padahal saya masih harus membayar sewa tempat, listrik, kebersihan, gaji pegawai dan biaya operasional lainnya. Sudah pasti angkanya minus jika dihitung.
Yah sudahlah saya relakan lagi dan anggap saja sebagai biaya promosi namun tentu kali ini saya benar-benar menekankan untuk tidak menceritakan harga itu ke orang lain lagi.
Ternyata masalahnya tidak selesai sampai disitu, selang seminggu kemudian tiga dari tujuh pembeli dengan harga super istimewa ini kembali untuk menukarkan sandal tersebut dengan alasan terlalu kecil untuk anaknya (waktu membeli anaknya memang tidak diajak). Datang bersamaan dengan nada sok kuasa mereka menuntut penukaran ukuran seolah-olah kami yang salah, padahal ketika memilih ukuran kami sama sekali tidak memberikan saran karena memang anak-anaknya tidak diajak sehingga tidak bisa diperkirakan ukurannya. Daripada ribut-ribut akhirnya saya putuskan untuk menerima meski barang yang dikembalikan packing-nya sudah tidak rapi, sticker nomor ukuran yang ada juga sudah tidak ada sehingga menyulitkan untuk dijual kembali (akhirnya barang-barang tersebut juga tidak saya jual).
Konsumen lain juga tak jauh berbeda perilakunya terutama menyangkut harga. Toko kami menjual sepatu wanita yang dijual seharga Rp 85.000 sesuai harga eceran terendah produsen, tidak sedikit yang datang ke toko maupun stand kami saat bazaar dan pameran untuk menawar dengan harga yang tidak masuk akal. Saya ingat seorang Ibu yang menawar dengan sinis untuk mendapat harga Rp 30.000,-, bahkan katanya akan membeli dua pasang jika boleh membeli dengan harga itu, dengan berusaha tetap ramah saya menjelaskan bahwa harga kulaknya saja jauh di atas harga yang diminta oleh si Ibu. Dalam hati saya berpikir jangankan dua pasang, saya yang membeli berlusin-lusin langsung dari produsen pun harganya jauh di atas itu.
Perilaku konsumen terkait harga memang sering tidak masuk akal. Kebetulan selain membuka toko saya juga mengirim beberapa barang yang sama untuk toko-toko lain baik di kota Salatiga maupun sekitarnya. Beberapa toko meski menawarkan discount menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang harga jual di toko saya namun pembelinya juga tidak menawar dan bersedia mengeluarkan uang sebesar itu untuk produk yang sama.
Ketika mengikuti bazaar beberapa waktu lalu seorang calon pembeli melihat-lihat sebuah produk dan menanyakan harganya. Kebetulan harga produk tersebut di tempat kami Rp 35.000,- kemudian calon pembeli ini menunjukkan produk yang sama yang katanya dibeli di “mall X” di “kota y” dengan harga Rp 45.000,- namun menurutnya kualitasnya lebih halus ketimbang barang yang saya jual. Dalam hati saya sedikit geli karena toko yang dia maksudkan ini juga mengambil barang dari saya hanya saja kemasannya dibuat sendiri. Tentu saja fakta ini tidak saya ceritakan pada konsumen tersebut karena bagaimanapun pemilik toko yang dimaksud adalah customer saya
Ada lagi perilaku unik dari konsumen ketika berkunjung di toko kami, setelah menawar setengah memaksa akhirnya dengan wajah kesal konsumen tersebut meninggalkan toko karena harga yang diminta tidak mungkin kami penuhi. Ternyata selang beberapa menit kemudian sang konsumen kembali untuk membeli barang dengan harga sesuai label. Kejadian ini juga pernah terjadi di sebuah bazaar yang kami ikuti. Saya hanya berpikir jangan-jangan yang diharapkan seperti tawar menawar di pasar yang kadang jika tidak terjadi kesepakatan kemudian ditinggal pergi konsumen berharap bahwa si penjual akan menerima harga yang diminta oleh pembeli. Tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi mengingat margin kami memang sudah tipis, bahkan ketika di acara bazaar seringkali kami hanya mengejar balik modal karena tujuan utamanya adalah promosi dan edukasi.
Pengalaman-pengalaman tersebut mengingatkan saya pada salah seorang profesor yang mengajar ketika saya kuliah S2. Beliau selalu menyebutkan bahwa dalam dunia pemasaran yang paling penting adalah memenangkan persepsi konsumen, betapapun berkualitasnya produk yang dijual dan berapapun harga yang diberikan tidak akan berarti jika kita gagal memenangkan persepsi konsumen. Sebaliknya ketika kita berhasil memenangkan persepsinya maka harga yang kita berikan tidak akan menjadi masalah.
Fakta di lapangan sudah membuktikan kata-kata tersebut. Beberapa toko yang saya supply dan menjual dengan harga dua bahkan tiga kali lipat lebih mahal dari harga jual di toko saya adalah toko-toko yang besar dan lokasinya strategis (di pusat keramaian atau di dalam mall). Dengan demikian setidaknya dari pengalaman saya terbukti juga bahwa segmenting, targeting, positioning yang dikombinasi dengan product, price, place dan promotion memang tidak dapat dikesampingkan dalam pemasaran.
Jadi keputusan saya untuk menghemat biaya operasional dengan memilih tempat yang lebih kecil agar bisa menekan harga rupanya tidak cukup efektif untuk memenangkan pelanggan. Bukan hanya itu melayani konsumen perorangan ternyata jauh lebih memusingkan ketimbang melayani korporat, setidaknya demikian menurut saya.
Meski demikian tidak setiap konsumen sulit untuk dilayani, konsumen yang memang segmennya sesuai dengan target yang kami bidik justru tidak serewel itu. Penjelasan mengenai manfaat dan keunggulan produk disertai pelayanan yang baik sudah cukup bagi mereka. Masalahnya seringkali masih banyak konsumen yang “nyasar”, artinya mereka yang sebenarnya bukan segmen yang dibidik namun datang ke toko. Bagaimana mengatasinya sementara toko sudah beroperasi? Saya masih mencoba menemukan jawabnya…
Keinginan ini dilatarbelakangi oleh kejenuhan melayani konsumen korporat yang terkadang diwarnai oleh birokrasi yang berbelit, persaingan dengan kompetitor yang melakukan lobi kurang etis dan politik bisnis lainnya.
Awalnya saya pikir bahwa melayani konsumen perorangan akan lebih menyenangkan karena mereka cenderung jujur akan apa yang mereka harapkan dari sebuah produk/layanan. Berbekal pemikiran tersebut dan tantangan untuk memulai jenis usaha baru akhirnya sekitar sebulan yang lalu saya memutuskan untuk membuka sebuah toko yang menjual berbagai koleksi produk unik dan berkualitas.
Untuk mempromosikan toko ini kami juga rajin mengikuti berbagai bazaar dan pameran. Di samping memperkenalkan toko sekaligus juga untuk mengedukasi pasar mengenai beberapa produk yang kami jual. Maklum beberapa produk memang menyasar segmen premium dan masih asing bagi konsumen di kota Salatiga sehingga perlu edukasi mengenai manfaat dan keunggulannya.
Konsep toko yang saya buka ini adalah toko yang menyediakan berbagai produk unik, eksklusif, berkualitas namun harganya juga cukup terjangkau. Untuk memenuhi syarat harga terjangkau akhirnya saya memutuskan untuk memotong margin dan mengurangi biaya operasional. Agar biaya operasional dapat ditekan maka ketimbang menyewa sebuah toko berukuran besar saya memilih yang berukuran lebh kecil namun didesain sedemikian rupa sehingga tetap tampak menarik, selain itu seluruh barang yang dijual harus berasal dari produsen langsung tanpa perantara sehingga harga jualnya juga bisa ditekan.
Ternyata setelah satu bulan toko ini beroperasi begitu banyak pengalaman dan kejadian yang saya pelajari. Dimana pelajaran ini mengubah pemikiran saya sebelumnya bahwa mengelola konsumen perorangan akan lebih mudah ketimbang konsumen korporat.
Jika semula saya bayangkan bahwa dengan produk yang berkualitas, layanan yang ramah dan harga yang terjangkau sudah cukup untuk memberikan kepuasan bagi konsumen ternyata tidak demikian kenyataannya.
Hari pertama toko dibuka datanglah tetangga tempat toko tersebut berada, setelah mengobrol dan melihat-lihat akhirnya sang tetangga ini membeli sebuah sandal anak dan minta potongan harga. Kebetulan memang selama masa promo 1 bulan kami memberi potongan harga 10% all item.
Ternyata tetangga saya ini masih menawar katanya minta harga khusus sebagai tetangga, akhirnya saya memberikan potongan lagi. Harga jual produk tersebut adalah Rp 25.000,-. Saya beli dari produsen ditambah ongkos kirim harganya Rp 20.000 jika dipotong diskon 10% maka keuntungan yang saya peroleh selama masa promosi semestinya adalah Rp 2.500,-, namun karena tetangga saya ini terus mendesak akhirnya saya relakan juga keuntungan Rp 2.500,- itu sehingga sekedar balik modal saja tentu saya pesan supaya tidak bercerita ke orang lain
mengenai harga super istimewa yang saya berikan itu. Saya pikir tidak apa-apa hitung-hitung menjaga hubungan baik dengan tetangga dan siapa tahu dipromosikan ke kenalannya.
Benar juga hari berikutnya tetangga saya ini benar-benar mempromosikan ke saudara-saudaranya sehingga hari itu mereka beramai-ramai ke toko, bayangkan di hari kedua sudah seramai itu. Untungkah saya? Oopss…tidak seindah itu, ternyata mereka semua meminta harga yang sama seperti yang saya berikan ke tetangga saya di hari sebelumnya. Bayangkan!!! Setelah tawar menawar macam di pasar tradisional akhirnya saya rela menerima keuntungan hanya Rp 1.000,- per item. Padahal saya masih harus membayar sewa tempat, listrik, kebersihan, gaji pegawai dan biaya operasional lainnya. Sudah pasti angkanya minus jika dihitung.
Yah sudahlah saya relakan lagi dan anggap saja sebagai biaya promosi namun tentu kali ini saya benar-benar menekankan untuk tidak menceritakan harga itu ke orang lain lagi.
Ternyata masalahnya tidak selesai sampai disitu, selang seminggu kemudian tiga dari tujuh pembeli dengan harga super istimewa ini kembali untuk menukarkan sandal tersebut dengan alasan terlalu kecil untuk anaknya (waktu membeli anaknya memang tidak diajak). Datang bersamaan dengan nada sok kuasa mereka menuntut penukaran ukuran seolah-olah kami yang salah, padahal ketika memilih ukuran kami sama sekali tidak memberikan saran karena memang anak-anaknya tidak diajak sehingga tidak bisa diperkirakan ukurannya. Daripada ribut-ribut akhirnya saya putuskan untuk menerima meski barang yang dikembalikan packing-nya sudah tidak rapi, sticker nomor ukuran yang ada juga sudah tidak ada sehingga menyulitkan untuk dijual kembali (akhirnya barang-barang tersebut juga tidak saya jual).
Konsumen lain juga tak jauh berbeda perilakunya terutama menyangkut harga. Toko kami menjual sepatu wanita yang dijual seharga Rp 85.000 sesuai harga eceran terendah produsen, tidak sedikit yang datang ke toko maupun stand kami saat bazaar dan pameran untuk menawar dengan harga yang tidak masuk akal. Saya ingat seorang Ibu yang menawar dengan sinis untuk mendapat harga Rp 30.000,-, bahkan katanya akan membeli dua pasang jika boleh membeli dengan harga itu, dengan berusaha tetap ramah saya menjelaskan bahwa harga kulaknya saja jauh di atas harga yang diminta oleh si Ibu. Dalam hati saya berpikir jangankan dua pasang, saya yang membeli berlusin-lusin langsung dari produsen pun harganya jauh di atas itu.
Perilaku konsumen terkait harga memang sering tidak masuk akal. Kebetulan selain membuka toko saya juga mengirim beberapa barang yang sama untuk toko-toko lain baik di kota Salatiga maupun sekitarnya. Beberapa toko meski menawarkan discount menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang harga jual di toko saya namun pembelinya juga tidak menawar dan bersedia mengeluarkan uang sebesar itu untuk produk yang sama.
Ketika mengikuti bazaar beberapa waktu lalu seorang calon pembeli melihat-lihat sebuah produk dan menanyakan harganya. Kebetulan harga produk tersebut di tempat kami Rp 35.000,- kemudian calon pembeli ini menunjukkan produk yang sama yang katanya dibeli di “mall X” di “kota y” dengan harga Rp 45.000,- namun menurutnya kualitasnya lebih halus ketimbang barang yang saya jual. Dalam hati saya sedikit geli karena toko yang dia maksudkan ini juga mengambil barang dari saya hanya saja kemasannya dibuat sendiri. Tentu saja fakta ini tidak saya ceritakan pada konsumen tersebut karena bagaimanapun pemilik toko yang dimaksud adalah customer saya
Ada lagi perilaku unik dari konsumen ketika berkunjung di toko kami, setelah menawar setengah memaksa akhirnya dengan wajah kesal konsumen tersebut meninggalkan toko karena harga yang diminta tidak mungkin kami penuhi. Ternyata selang beberapa menit kemudian sang konsumen kembali untuk membeli barang dengan harga sesuai label. Kejadian ini juga pernah terjadi di sebuah bazaar yang kami ikuti. Saya hanya berpikir jangan-jangan yang diharapkan seperti tawar menawar di pasar yang kadang jika tidak terjadi kesepakatan kemudian ditinggal pergi konsumen berharap bahwa si penjual akan menerima harga yang diminta oleh pembeli. Tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi mengingat margin kami memang sudah tipis, bahkan ketika di acara bazaar seringkali kami hanya mengejar balik modal karena tujuan utamanya adalah promosi dan edukasi.
Pengalaman-pengalaman tersebut mengingatkan saya pada salah seorang profesor yang mengajar ketika saya kuliah S2. Beliau selalu menyebutkan bahwa dalam dunia pemasaran yang paling penting adalah memenangkan persepsi konsumen, betapapun berkualitasnya produk yang dijual dan berapapun harga yang diberikan tidak akan berarti jika kita gagal memenangkan persepsi konsumen. Sebaliknya ketika kita berhasil memenangkan persepsinya maka harga yang kita berikan tidak akan menjadi masalah.
Fakta di lapangan sudah membuktikan kata-kata tersebut. Beberapa toko yang saya supply dan menjual dengan harga dua bahkan tiga kali lipat lebih mahal dari harga jual di toko saya adalah toko-toko yang besar dan lokasinya strategis (di pusat keramaian atau di dalam mall). Dengan demikian setidaknya dari pengalaman saya terbukti juga bahwa segmenting, targeting, positioning yang dikombinasi dengan product, price, place dan promotion memang tidak dapat dikesampingkan dalam pemasaran.
Jadi keputusan saya untuk menghemat biaya operasional dengan memilih tempat yang lebih kecil agar bisa menekan harga rupanya tidak cukup efektif untuk memenangkan pelanggan. Bukan hanya itu melayani konsumen perorangan ternyata jauh lebih memusingkan ketimbang melayani korporat, setidaknya demikian menurut saya.
Meski demikian tidak setiap konsumen sulit untuk dilayani, konsumen yang memang segmennya sesuai dengan target yang kami bidik justru tidak serewel itu. Penjelasan mengenai manfaat dan keunggulan produk disertai pelayanan yang baik sudah cukup bagi mereka. Masalahnya seringkali masih banyak konsumen yang “nyasar”, artinya mereka yang sebenarnya bukan segmen yang dibidik namun datang ke toko. Bagaimana mengatasinya sementara toko sudah beroperasi? Saya masih mencoba menemukan jawabnya…
Kamis, 26 Februari 2009
Bagaimana rasanya punya toko dari Aceh sampai Papua
newsonline
10.40
No comments
Menilik penampilannya yang bersahaja, orang tak bakal menduga Suharto merupakan pengusaha warteg sukses. Pria kekar itu kini punya empat warung serupa di Semarang. Selain di Poncol, warteg miliknya itu berada di Wonodri Baru, Sadewo, dan Sampangan. Usaha warung nasi khas Tegal yang dia kembangkan itu mampu menyerap puluhan tenaga kerja.
Hebatnya, sarjana ekonomi jebolan salah satu PTS di Yogyakarta itu mengaku tak sendirian dalam mengelola warteg di Kota Lumpia ini. Menurut dia, seluruh saudaranya juga menjadi pengusaha warteg. Jika dihitung, jaringan bisnis keluarga itu memiliki 28 warung di Semarang.
"Saya anak kedua dari sembilan bersaudara. Kami semua mengadu nasib dan peruntungan dengan mengelola warteg di sini. Termasuk, adik saya yang insinyur sipil, sarjana hukum, dan dokter," tutur dia. Keluarga Suharto itu berasal dari Sumurpanggang, Kecamatan Margadana, Kota Tegal. Daerah asal mereka cukup terkenal sebagai salah satu perkampungan pengusaha warteg perantauan seperti halnya Desa Sidapurna dan Sidakaton di Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.
Suharto sebelumnya tak pernah mengelola warteg. Usaha KeluargaSelepas kuliah, dia meneruskan industri rumah tangga pembuatan kerupuk udang milik keluarga. Namun sayang, usaha yang dia bina dengan susah payah itu jatuh dan tak bisa bertahan. Dia pun berniat mengikuti jejak adik-adiknya yang lebih dulu menjadi pengusaha warteg. Semula, anak-anak pasangan H Rais dan Hj Syarifah itu membuka warteg di Jakarta.
Namun persaingan yang ketat dan biaya operasional tinggi, membuat mereka memutuskan untuk hijrah ke Semarang. Perpindahan lahan usaha itu dirintis anak ketiga, Supratwo dan anak kelima, Wartono. "Kami betul-betul meniatkan diri untuk sepenuh hati. Sebab di Tegal ada keyakinan umum yang hampir-hampir menjadi hukum tak tertulis.
Jika mau menuntut ilmu harus pergi ke timur, yakni ke Semarang atau Yogyakarta. Sebaliknya, kalau mau mencari rezeki harus berjalan ke barat, yaitu ke Jakarta," ungkap Suharto. Jika sekali waktu melihat warteg dengan nama Aero, itulah salah satu warung keluarga Suharto. Aero merupakan singkatan dari ungkapan bernas "arep enak kudu rekasa (ingin mulia harus bekerja keras)."
Tak hanya Aero, beberapa nama lain juga digunakan seperti Atania. Namun warung milik Suharto, diberi nama sesuai dengan daerah operasi. Salah satunya ya Warteg Poncol. "Pelanggan biar mudah mengingatnya," tutur dia. Ciri khas warteg keluarga Suharto itu adalah buka 24 jam sehari, alias tak pernah tutup.
Berbeda dari warteg lain yang biasanya bercat biru dengan jendela kayu, warung keluarga Suharto didominasi warna merah dan berjendela kaca. Kesan kumuh yang biasanya melekat terhadap warteg, sama sekali tak terlihat. Warteg Poncol misalnya, tampak bersih dengan ruang yang cukup luas dan berlantai keramik.
Berapa omzet yang didapat setiap bulan dari setiap warteg? Suharto tak tahu pasti. Dia hanya menyebut Rp 60 juta. Setiap hari, dia perkirakan pengeluaran untuk belanja per warung Rp 1 juta-Rp 1,5 juta."Saya bersyukur atas rezeki yang diberikan-Nya kepada kami sekeluarga. Sekarang mungkin hasilnya terlihat gemilang. Padahal untuk memulainya, betul-betul dari nol bahkan minus," tutur dia.
Selasa, 26 Februari 2008
INGIN MEMBUKA TOKO
newsonline
10.23
1 comment
Oleh: Ahmad Gozali
Dikutip dari Harian Republika, Mei 2007
Assalamualaikum wr wb
Saya ibu rumah tangga yang ingin punya usaha untuk menambah kegiatan dan penghasilan tentunya. Saya berniat untuk membuka toko. Tadinya sih untuk gampangnya saya dan suami ingin mengambil franchise saja, tapi setelah dihitung-hitung terlalu berat karena paling tidak kita harus punya modal dua kali lipat dari yang disyaratkan. Saya inginnya membuka toko kosmetik dan perawatan tubuh. Berhubung saya masih awam sekali masalah ini, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan:
* Kira-kira, apa saja yang harus saya persiapkan?
* Izin apa saja yang harus saya urus?
* Apa bedanya membuka toko di mal dengan di ruko?
* Bagaimana dengan pegawai, masalah penggajian dan shift mereka?
* Di mana saya bisa mendapatkan distributor/supplier barang-barang yang saya butuhkan?
Mohon bantuan dan penjelasannya. Terima kasih banyak sebelumnya.
Wati, Yogyakarta
Jawaban:
Waalaikumssalam wr wb
Bu Wati,
Membuka usaha dengan sistem franchise dan membangun sendiri memang ada bedanya. Sistem franchise biasanya memang modalnya berlipat dibandingkan usaha biasa. Namun, keunggulannya juga cukup banyak antara lain sudah mempunyai sistem yang teruji dan tingkat kegagalannya kecil. Di samping itu juga akan di-support oleh franchisor dalam hal pemasaran dan bantuan konsultasi.
Tetapi bila modal terbatas, tidak ada salahnya membangun usaha dengan brand/merek sendiri. Cara ini membutuhkan perjuangan lebih banyak dibandingkan sistem franchise. Tetapi bila suatu saat bisa berhasil maka akan menciptakan kepuasan tersendiri bagi Anda. Bahkan tantangan ke depan, usaha Anda ini bisa di-franchise-kan setelah memiliki sistem yang kuat dan terbukti berhasil.
Untuk membuka toko kosmetik dan perawatan tubuh ada beberapa hal yang perlu Anda siapkan:
1. Lokasi usaha yang strategis
Usahakan mendapat tempat yang ramai dan transportasinya mudah dijangkau. Bedanya membuka usaha di mal dan ruko, tentunya kalau mal lebih ramai dan lebih banyak didatangi pengunjung tetapi sewanya lebih mahal dari ruko. Biaya sewa ruko biasanya memang lebih murah tetapi Anda harus menerapkan promosi yang lebih kuat untuk menarik pengunjung.
2. Perizinan
Tidak diperlukan izin khusus untuk usaha toko kosmetik, hanya izin usaha saja seperti toko yang lainnya. Bila Anda sudah memiliki modal yang cukup, tidak ada salahnya langsung mengurus perizinan usaha sekaligus badan hukum ke notaris. Tetapi bila belum memungkinkan, jalankan dulu usaha Anda. Bila sudah berkembang baru mengurus perizinan sambil berjalan.
3. Modal
Modal yang perlu disiapkan meliputi modal investasi awal seperti biaya sewa tempat, inventaris peralatan toko seperti etalase, kursi, meja, komputer, dan lain-lain. Berikutnya adalah modal kerja untuk pembelian bahan baku toko Anda seperti peralatan kosmetik dan perawatan tubuh yang diperlukan. Komponen berikutnya adalah modal operasional untuk menggaji pegawai, biaya listrik, kas kecil, dan lain-lain. Untuk modal kerja dan modal operasional sebaiknya disiapkan minimal tiga bulan karena di awal usaha biasanya belum memberikan keuntungan.
4. Karyawan
Karyawan toko umumnya menggunakan sistem gaji karena mungkin tidak diperlukan keahlian khusus untuk bekerja di toko Anda. Pelatihan yang diberikan mungkin seputar pengenalan produk yang dijual beserta fungsinya serta bagaimana melayani pelanggan yang datang. Untuk gaji, minimal sesuai dengan Upah Minimum Propinsi, tetapi seiring dengan membesarnya omzet Anda, tidak ada salahnya nanti memberikan tambahan bonus terutama apabila bisa mencapai target penjualan yang Anda tetapkan.
Bila usaha Anda sampai malam hari, bisa diterapkan sistem shift/gantian jaga. Tetapi tawarkan dulu pada penjaga toko Anda bahwa kemungkinan bisa dilakukan sistem lembur. Jadi, tidak menggunakan sistem shift karena menerapkan tambahan jam kerja bagi pegawai toko Anda dengan kompensasi tambahan.
5. Untuk mendapatkan distributor/supplier barang yang Anda butuhkan, saya rasa sekarang banyak sekali yang menawarkan. Cara paling mudah tentunya adalah dengan berkonsultasi kepada pengusaha yang sudah menjalankan usaha ini. Atau cobalah Anda cari di majalah bisnis, atau beberapa situs bisnis di internet, atau mesin pencari di internet.
Demikian, semoga bisa membantu Anda. Jangan segan untuk menghubungi kami kembali bila masih ada permasalahan yang dijumpai.
Salam,
Ahmad Gozali
Perencana Keuangan
kembali
Peta Situs | Berita Terbaru | Surat | Hubungi Kami
Undang Kami | Kamus Keuangan | Referensi
© 2000 Safir Senduk & Rekan
Dikutip dari Harian Republika, Mei 2007
Assalamualaikum wr wb
Saya ibu rumah tangga yang ingin punya usaha untuk menambah kegiatan dan penghasilan tentunya. Saya berniat untuk membuka toko. Tadinya sih untuk gampangnya saya dan suami ingin mengambil franchise saja, tapi setelah dihitung-hitung terlalu berat karena paling tidak kita harus punya modal dua kali lipat dari yang disyaratkan. Saya inginnya membuka toko kosmetik dan perawatan tubuh. Berhubung saya masih awam sekali masalah ini, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan:
* Kira-kira, apa saja yang harus saya persiapkan?
* Izin apa saja yang harus saya urus?
* Apa bedanya membuka toko di mal dengan di ruko?
* Bagaimana dengan pegawai, masalah penggajian dan shift mereka?
* Di mana saya bisa mendapatkan distributor/supplier barang-barang yang saya butuhkan?
Mohon bantuan dan penjelasannya. Terima kasih banyak sebelumnya.
Wati, Yogyakarta
Jawaban:
Waalaikumssalam wr wb
Bu Wati,
Membuka usaha dengan sistem franchise dan membangun sendiri memang ada bedanya. Sistem franchise biasanya memang modalnya berlipat dibandingkan usaha biasa. Namun, keunggulannya juga cukup banyak antara lain sudah mempunyai sistem yang teruji dan tingkat kegagalannya kecil. Di samping itu juga akan di-support oleh franchisor dalam hal pemasaran dan bantuan konsultasi.
Tetapi bila modal terbatas, tidak ada salahnya membangun usaha dengan brand/merek sendiri. Cara ini membutuhkan perjuangan lebih banyak dibandingkan sistem franchise. Tetapi bila suatu saat bisa berhasil maka akan menciptakan kepuasan tersendiri bagi Anda. Bahkan tantangan ke depan, usaha Anda ini bisa di-franchise-kan setelah memiliki sistem yang kuat dan terbukti berhasil.
Untuk membuka toko kosmetik dan perawatan tubuh ada beberapa hal yang perlu Anda siapkan:
1. Lokasi usaha yang strategis
Usahakan mendapat tempat yang ramai dan transportasinya mudah dijangkau. Bedanya membuka usaha di mal dan ruko, tentunya kalau mal lebih ramai dan lebih banyak didatangi pengunjung tetapi sewanya lebih mahal dari ruko. Biaya sewa ruko biasanya memang lebih murah tetapi Anda harus menerapkan promosi yang lebih kuat untuk menarik pengunjung.
2. Perizinan
Tidak diperlukan izin khusus untuk usaha toko kosmetik, hanya izin usaha saja seperti toko yang lainnya. Bila Anda sudah memiliki modal yang cukup, tidak ada salahnya langsung mengurus perizinan usaha sekaligus badan hukum ke notaris. Tetapi bila belum memungkinkan, jalankan dulu usaha Anda. Bila sudah berkembang baru mengurus perizinan sambil berjalan.
3. Modal
Modal yang perlu disiapkan meliputi modal investasi awal seperti biaya sewa tempat, inventaris peralatan toko seperti etalase, kursi, meja, komputer, dan lain-lain. Berikutnya adalah modal kerja untuk pembelian bahan baku toko Anda seperti peralatan kosmetik dan perawatan tubuh yang diperlukan. Komponen berikutnya adalah modal operasional untuk menggaji pegawai, biaya listrik, kas kecil, dan lain-lain. Untuk modal kerja dan modal operasional sebaiknya disiapkan minimal tiga bulan karena di awal usaha biasanya belum memberikan keuntungan.
4. Karyawan
Karyawan toko umumnya menggunakan sistem gaji karena mungkin tidak diperlukan keahlian khusus untuk bekerja di toko Anda. Pelatihan yang diberikan mungkin seputar pengenalan produk yang dijual beserta fungsinya serta bagaimana melayani pelanggan yang datang. Untuk gaji, minimal sesuai dengan Upah Minimum Propinsi, tetapi seiring dengan membesarnya omzet Anda, tidak ada salahnya nanti memberikan tambahan bonus terutama apabila bisa mencapai target penjualan yang Anda tetapkan.
Bila usaha Anda sampai malam hari, bisa diterapkan sistem shift/gantian jaga. Tetapi tawarkan dulu pada penjaga toko Anda bahwa kemungkinan bisa dilakukan sistem lembur. Jadi, tidak menggunakan sistem shift karena menerapkan tambahan jam kerja bagi pegawai toko Anda dengan kompensasi tambahan.
5. Untuk mendapatkan distributor/supplier barang yang Anda butuhkan, saya rasa sekarang banyak sekali yang menawarkan. Cara paling mudah tentunya adalah dengan berkonsultasi kepada pengusaha yang sudah menjalankan usaha ini. Atau cobalah Anda cari di majalah bisnis, atau beberapa situs bisnis di internet, atau mesin pencari di internet.
Demikian, semoga bisa membantu Anda. Jangan segan untuk menghubungi kami kembali bila masih ada permasalahan yang dijumpai.
Salam,
Ahmad Gozali
Perencana Keuangan
kembali
Peta Situs | Berita Terbaru | Surat | Hubungi Kami
Undang Kami | Kamus Keuangan | Referensi
© 2000 Safir Senduk & Rekan
Langganan:
Postingan (Atom)
Contact
Popular Post
- Pengalaman: "Penguasa" Warteg dari Kalwet
- AXIS is owned 51% by Saudi Telecom Company (STC)
- Pengalaman Membuka Toko
- Tips Buka Warteg
- Buka Usaha Kios Kopi dan Teh, Didanai Rp 4 Juta
- Mapping dan Database Startup Indonesia 2018: Startup Tumbuh Subur, Indonesia Butuh Data Akurat
- Ayo membuka warteg di Papua
- Bagaimana rasanya punya toko dari Aceh sampai Papua
- Mulan Jameela Ingin Buka Warung
- Tips Sukses Mengelola Bisnis Sembako